Guru: Mengajar atau bercerita?
Cerita guru merupakan sebuah daya tarik bagi siswa, sehingga mereka bisa tertarik terhadap pelajaran. Selain sebagai metode pelajaran, bercerita juga menjadi selingan yang bisa dimanfaatkan untuk menghilangkan rasa jenuh pada pikiran siswa. Dengan begitu hubungan guru dan siswa juga bisa dibangun dengan harmonis. Namun, menjadi bahan pembicaraan khusus dalam program pengembangan profesionalisme guru, apabila dominasi guru yang menggunakan cerita sebagai bahan dan sekaligus kegiatan inti selama dua jam pelajaran. Selain tidak berkaitan dengan tema atau topik pelajaran yang sudah disusun dalam rancangannya, guru yang cenderung bercerita itu akan juga mengumbar cerita-cerita tentang pribadi dan keluarganya.Kegiatan ini mungkin tidak terlalu disadari oleh guru-guru bersangkutan. Mereka terus-menerus melakukannya sehingga siswa tidak memperoleh hasil dalam pelajaran yang diikutinya selama dua jam lamanya.
Ada baiknya guru-guru mulai merenungkan kembali proses kegiatan belajar mengajar yang menjadi tanggung jawab serta amanah bagi mereka. Patutlah kiranya guru belajar menuliskan jurnal pembelajaran di sebuah jurnal yang bisa mengungkapkan kembali tentang apa saja yang mereka perbuat di kelas dalam rangka membawa arahan yang berkualitas terhadap pembelajaran siswa. Guru memiliki kewajiban terhadap hasil belajar siswa, sehingga ketuntasan belajar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Dua jam pelajaran bukanlah waktu yang singkat untuk mengobral cerita yang berakibat kepada 'ger-ger-an' di pihak siswa. Kegiatan siswa hanya mendengar dan tertawa sepuasnya. Ini merupakan sebuah kesalahan yang cukup fatal dalam program kegiatan di kelas. Kalaupun memeang ingin membuat siswa terpesona dengan cerita-cerita guru yang hebat itu, sebaiknya dicarikan waktu dan tempat di luar kelas.
Labels: perubahan sistem, sekolah efektif